Online Radio

Jejak Petualang - Keindahan Gunung Bromo

Siapa yang tidak kenal Gunung Bromo
Bromo merupakan salah satu lokasi wisata primadona di Jawa Timur. Banyak orang melewatkan hari-hari libur di sana, menikmati suguhan pemandangan menawan gunung aktif dan paparan pasir yang membentuk lautan. Saking indahnya, film “Camelia” bahkan pernah mengambil adegan di sana.
Gunung Bromo berada pada empat wilayah yaitu Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Akses terdekat dan termurah menurut saya adalah via Probolinggo. Dari Terminal Probolinggo anda bisa mencapai Bromo dengan menumpang angkutan Elf yang bertarif sekitar 25 ribu. Walaupun jarak Probolinggo – Bromo sebenarnya hanya kira-kira 42 km, rute yang menanjak dan berbelok-belok membuat perjalanan biasanya ditempuh dalam waktu 1 – 1.5 jam.
Vulkanolog menduga bahwa dahulunya di sekitar daerah Plato Tengger terdapat dua gunung yang menjulang. Yang paling tinggi adalah Gunung Tengger. Ketinggiannya mencapai 4000 mdpl. Suatu ketika di masa lalu Gunung Tengger ini meletus dengan dahsyat dan menciptakan sebuah kaldera raksasa yang selama beberapa waktu terisi oleh air. Material-material vulkanik terakumulasi pada kaldera tersebut dan membentuk lautan pasir (Segara Wedi). Kemudian aktivitas vulkanisme menyebabkan terbentuknya gunung-gunung baru di kaldera Tengger, termasuk Bromo dan Batok.


Penduduk asli Tengger adalah Suku Tengger yang menganut Hindu. Konon dahulu ketika Islam memasuki Jawa dan menggeser kepercayaan Hindu yang sudah lama dianut, orang-orang yang setia pada agama leluhur melarikan diri ke Pulau Bali dan Plato Tengger. Makanya jangan heran jika di teras bagian samping sebagian besar rumah di Ngadisari, salahsatu desa yang dihuni Suku Tengger, ditemukan tempat menaruh sesajen seperti “sanggah cucuk” di Bali.
Bahasa orang Tengger pun agak berbeda dengan bahasa Jawa yang lazim digunakan. Menurut kawan yang asli Jogja, bahasa Tengger mirip bahasa “ngapak” daerah Banyumasan. Sebagian besar orang Tengger masih setia dengan pekerjaan tradisional seperti petani sayur. Sebagian kecil sudah beralih ke pekerjaan-pekerjaan seperti karyawan dan wiraswasta sektor pariwisata.
Di antara Bromo dan Batok berdiri sebuah Pura Hindu. Pura ini bernama “Luhur Kahyangan” dan merupakan kawasan sentral bagi upacara Kasada (Kasodo) yang termahsyur. Upacara Kasada dilaksanakan pada hari ke-14 setiap bulan sepuluh (kasodo) dalam kalender Tengger.
Menurut Kompas.com, “Upacara Kasodo merupakan turunan dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger yang dimaknai sebagai cikal-bakal masyarakat Suku Tengger. Legenda ini mengambil periode saat Raja Brawijaya bertahta. Rara Anteng disebutkan sebagai anak Brawijaya.”
Keduanya menikah dan setelah lama melewatkan waktu bersama ternyata mereka belum kunjung dikaruniai keturunan. Akan halnya pasutri, mereka sangat ingin memiliki anak. Lalu agar keinginan terpenuhi, keduanya pergi ke puncak Bromo dan memohon agar diberi anak. Dewa mengabulkan keingingan mereka dengan syarat anak terakhir harus dikorbankan, dilemparkan ke dalam kawah Bromo. Masa berlalu. Ternyata mereka diberi 25 anak. Mereka menepati janji dengan mengorbankan anak yang sial karena kebetulan bernomor urut 25 itu. Beberapa saat setelah dilemparkan ke Bromo, kedua orangtua itu mendengar suara anaknya yang meminta agar diadakan upacara peringatan setiap bulan Kasodo pada hari ke-14.
O ya, malam-malam di Bromo sangat dingin. Di musim hujan, pukul 12 malam temperatur di luar mencapai 14 °C. Suhu di malam hari akan semakin dingin ketika memasuki musim kemarau. “Bisa di bawah 10 °C dan kadang-kadang turun butir-butir es,” ungkap seorang tukang kuda ketika diwawancarai seorang teman.

Tidak ada komentar: